Fitri Astuti, S.Pd.
Aku adalah seorang pengajar di salah satu madrasah di Kulon Progo. Suatu kabupaten yang terletak di paling barat Yogyakarta. Selama ini, aku sudah mengajar sebanyak tiga madrasah di Kulon Progo, dengan berbagai macam karakter siswa dan kondisi lingkungan madrasah yang berbeda-beda. Ada madrasah yang terletak di tengah desa, kota dan ada juga yang terletak di pegunungan.
Menjadi seorang pengajar bukanlah cita-cita yang kuharapkan sedari kecil. Tetapi takdir membawaku untuk bertemu dengan orang-orang yang mengajariku banyak hal tentang dunia pendidikan dan anak. Yang mngajariku arti sabar dan tidak mudah putus asa akan ketetapan-Nya. Setiap kejadian di kehidupan kita adalah jalan yang sudah dipilihkan Tuhan.
Peristiwa yang menjadi titik balik tentang kecintaanku terhadap dunia Pendidikan dan anak dimulai 14 tahun silam, tepatnya Jumat 5 November 2010. Gunung Merapi mengalami erupsi dan mengeluarkan abu vulkanik. Kala itu kota Yogyakarta terasa sangat mencekam. Berdasarkan data Pusdalops BNPB tahun tersebut, sebanyak 277 orang meninggal untuk daerah Yogyakarta dan 109 orang meninggal di wilayah Jawa Tengah. Puluhan ribu orang terpaksa harus mengungsi dan tinggal di barak bahkan hanya beratapkan langit.
Saat itu aku adalah mahasiswa semester 3 di sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta. Sehari sebelum bencana terjadi,aku telah menyiapkan ranselku bersiap naik ke gunung yang diagungkan bagi masyarakat Yogyakarta. Kegiatan ini merupakan program lanjutan bagi kami para anggota baru yang masuk di kegiatan pecinta alam kampus. Tak disangka, saat semua persiapan sudah matang dan tinggal berangkat, terjadilah bencana tersebut. Tetapi, takdir inilah yang mempertemukanku dengan seorang anak cantik dengan kepribadian unik yang banyak mengajarkanku memahami dunia anak.
Singkat cerita, aku dan teman-temanku memutuskan untuk menjadi relawan korban merapi. Aku mengajar anak-anak korban Merapi yang mengalami kendala karena sekolah yang menjadi tempat belajar terkena abu vulkanik. Kami datang tidak setiap hari, melainkan sesuai jadwal yang dibagikan kepada kami. Kegiatanku mengajar disini tidaklah terlalu lama tetapi hanya beberapa bulan, karena pemilik yayasan yang menangani korban Merapi ini tertarik untuk menawariku memprivat keponakannya.
Sebelumnya tak pernah terbayangkan untukku harus mengajar anak-anak. Walaupun aku sekolah di keguruan tetapi untuk praktek mengajar sama sekali belum pernah kulakukan karena baru semester awal. Kubulatkan tekatku untuk mencobanya. Akhirnya kuhubungi pemilik yayasan tersebut dan aku pun ke rumahnya. Dalam perjalanan, aku bertanya dalam hati, “Seperti apakah anaknya ?Bagaimana kepribadiannya? Mungkinkah sama seperti anak-anak kebanyakan?ucapku.
Sesampainya di rumah beliau, aku dipersilahkan duduk di ruang tamu, dikenalkan dengan adik beliau yang nantinya akan aku panggil tante. Saat itulah beliau dan tante menceritakan tentang anak ini. Namanya Dania, anak perempuan berumur 10 tahun dan masih duduk di kelas 4 SD. Saat dia lahir, selang 1 tahun ayahnya meninggal, disusul ibunya meninggal beberapa tahun kemudian. Dania kecil tumbuh tanpa kasih kedua orang tuanya. Walau begitu limpahan kebahagiaan tetap dia dapatkan. Kasih itu ia dapatkan dari tante dan omnya yang kebetulan belum diberikan kepercayaan oleh Tuhan untuk mempunyai anak. Mereka menyayangi Dania seperti anaknya sendiri dan mencurahkan semua sayangnya untuk dia.
Waktu terus beranjak, ketika TK Dania sering iri dengan teman-temannya karena mereka sering dijemput oleh kedua orang tua mereka. Dania hanya bisa melihat teman-temannya dan sesampainya di rumah, dia akan menangis dan mengurung diri di kamar. Hal ini berjalan terus menerus, hingga akhirnya Dania tumbuh menjadi gadis pemalu dan rendah diri.
Ketika pertama kali jumpa denganku, dia tertunduk malu setiap aku berusaha melihat kearah wajahnya. Baginya menatap orang baru membuat dia merasa malu dan takut. Saat itulah hati kecilku merasa iba dan sedih. Tante, om dan budhenya sangat berharap aku bisa menjadi teman belajarnya, bisa membangkitkan rasa percaya dirinya, karena hal itulah yang paling penting. Sudah beberapa guru privat datang silih berganti mengajari dia, tetapi blm ada yang cocok.
Akhirnya aku berkenalan dengan Dania, hal pertama yang kulakukan bukanlah langsung membahas tentang pelajaran. Tetapi aku melakukan pendekatan terlebih dahulu dari hati ke hati. Aku mencoba mempelajari psikisnya, bertanya tentang pelajaran kesukaannya, film kesukaannya, dan apa yang dia suka dan tidak suka. Aku selalu memancing dia untuk bercerita dan mendengarkan apa saja yang ingin dia ceritakan, Dari masalah artis, lagu, makanan dan lama-kelamaan kita menjadi semakin akrab. Dulu kami mungkin hanya menghabiskan waktu 1-2 jam untuk les privat. Semakin hari, hampir 5-6 jam kami habiskan untuk bersama.
Chemistry pun terjalin diantara kami, dia menganggap aku sebagai kakaknya. Dia selalu panggil aku “unnie” panggilan untuk kakak perempuan dalam Bahasa Korea. Setiap hari selalu sms untuk menanyakan pelajaran, kabar ataupun kapan kita janjian untuk les bareng.
Suatu hari sebelum les, duduklah aku dan tante di teras depan. Kami membicarakan tentang kemajuan Dania yang semakin hari semakin menjadi anak yang percaya diri dan mudah tersenyum. Tante senang sekali melihat perubahan ini, karena dahulu Dania adalah anak yang pemurung dan takut setiap bertemu dengan orang. Di tengah perbincangan yang terjadi, Dania pun datang membawakanku minuman dan makanan buatannya sendiri. Sedikit cerita, jadi Dania ini suka sekali memasak, apalagi makanan luar seperti pancake, cita-citanya menjadi koki terkenal.
Waktu berlalu begitu cepat. Tibalah saat kelulusan SD dan dia akan melanjutkan ke tingkat menengah pertama. Aku mengucapkan selamat dan memberikan dia hadiah karena nilai belajarnya bagus. Aku juga pamit karena tidak bisa mengajar dia lagi, dikarenakan kesibukan kuliahku yang semakin padat. Tetapi Dania tidak mau, dia masih ingin melanjutkan belajar bersama denganku. Om dan tante pun berharap aku masih bisa menemani Dania untuk belajar lagi. Akhirnya aku memutuskan untuk melajutkan menjadi teman belajarnya lagi. Kali ini kehidupan Dania sudah berubah, dia sudah beranjak puber karena sudah SMP. Tinggi badannya pun sudah melebihi aku. Dia juga sudah mulai tertarik dengan lawan jenis, walaupun hanya suka sebagai teman.
Tak pernah terbayangkan dalam hidupku, Dania sekarang bisa tumbuh menjadi anak yang kuat seperti ini. Di sekolah pun dia sudah mempunyai banyak teman dan juga mendapat hasil ranking yang memuaskan. Waktu itu sedang musimnya hallyu wave, setiap selesai belajar bersamaku, dia selalu cerita tentang Korea, dan meminta Drama Korea. Karena sama-sama suka Korea maka bertambahlah kecocokan diantara kami. Beberapa kali, kami juga keluar makan berdua ke mall sekedar untuk refreshing dan saling berbagi cerita, layaknya kakak beradik.
Waktu terus berjalan, aku lulus dari kuliah dan harus kembali ke rumah. Aku pun berpamitan kepada om, tante, budhe dan Dania. Sedih sekali ketika berpamitan dengan mereka, terlebih lagi Nia. Hampir 4 tahun aku menjadi teman belajarnya. Dari Nia aku belajar banyak hal, bagaimana dunia anak, bahkan belajar mengenai psikologis seorang anak yang tidak mungkin kudapatkan jika bukan dari pengalaman. Mereka juga memberikan hadiah perpisahan, sebuah tas dengan merk yang kusuka. Hadiah perpisahan itu masih kusimpan sampai saat ini. Walaupun kami sudah tidak bertemu, tetapi komunikasi lewat media sosial baik itu instagram ataupun wa acapkali kami lakukan. Hal ini berlangsung terus walaupun waktunya sudah tidak intens.
Tibalah Dania menjadi siswa menengah atas. Saat itu, dia mengambil SMK jurusan tata boga, sesuai dengan cita-citanya. Aku pun tidak kaget, karena dahulu dia pernah bertanya kepadaku mengenai rencana sekolah yang akan dia ambil. Saat itu aku menyarankannya untuk memilih sesuai passion. Apabila dia cenderung senang memasak, maka lebih baik masuk ke jurusan ke tata boga. Semua pekerjaan itu baik, apalagi keluarganya memiliki bisnis homestay di Jogja dan Bali. Dia bisa mudah melebarkan sayapnya. Hal itu semakin menguatkan dia untuk memilih jurusan tata boga. Keluarga pun sangat setuju. Dia juga pernah bilang kepadaku, akan meneruskan ke perguruan tinggi yang sama denganku.
Walaupun tidak bisa melihatnya secara dekat, tetapi rasanya senang sekali melihat setiap momen yang dia bagikan di instagram. “Wah, Dania ku sudah dewasa,bahkan sekarang terlihat sangat cantik dan langsing” ucapku dalam hati. Dia juga membagikan keseruan kegiatan praktek kerja lapangannya di hotel bintang lima di Jogja. Bagi anak SMK, untuk bisa praktek kerja lapangan di hotel berbintang lima adalah suatu pencapaian yang luar biasa. Hal itu semakin membuatku semakin bangga melihatnya.
Tetapi setelah momen praktek kerja lapangan itulah kejadian yang janggal dimulai. Dia menjadi jarang sekali membagikan kegiatannya di instagram. Dalam pikiranku mungkin dia sibuk sekali. Aku juga kebetulan sudah kerja dan sibuk dengan pekerjaanku. Kami pun lost contact lama. Hingga akhirnya sebuah nomor tak dikenal masuk ke hp ku dan mengirim pesan. Kubaca dengan seksama, itu adalah pesan dari tante. Tante mengabarkan kalau Dania sedang sakit usus dan meminta doa untuk kesembuhannya. Aku pun memanjatkan doa dan berharap Dania bisa sembuh dan ceria lagi.
Selang beberapa bulan akhirnya Dania sembuh. Waktu itu aku tidak berfikir macam-macam tentang penyakitnya. Karena kupikir itu hanya penyakit perut biasa. Sampai pada akhirnya beberapa bulan kemudian tante menelfonku dan mengabari jika Dania akan menjalani operasi diperutnya. Aku berdoa untuk kelancaran operasinya. Waktu itu aku masih tetap berpikiran positif. Tiba-tiba aku teringat permintaan mereka ketika aku jarang mengunjungi mereka. Dania dan tante sangat berharap aku bisa mengunjungi mereka ke rumahnya,tetapi keinginan itu belum sempat aku lakukan.
Suatu hari, aku mendapat pesan berisikan gambar Dania sedang dirawat di ruang IGD rumah sakit dalam kondisi koma. Sudah 1 bulan dia di rawat disana, dan tidak ada pergerakan sama sekali. Hari itu hari yang sangat pedih bagiku. Langsung ku telfon tante dan menanyakan keberadaan Dania. Sore itu juga aku berangkat ke jogja menunju rumah sakit tempat Dania di rawat. Sesampainya disana, tangis tak tertahankan dari mataku. Air mataku tumpah melihat tante dan om berdiri di luar ruang ICU. Aku pun hanya bisa melihat Dania dari balik kaca dengan tatapan seakan tak percaya dengan semua ini. Di sekeliling tubuhnya penuh dengan selang dan peralatan medis yang bahkan kupikir aku hanya bisa melihat alat dengan garis yang menandakan kehidupan itu di tv. Tetapi hal ini nyata di depanku, gadis kecil yang kuanggap adik, lemah terbaring tak berdaya. Aku tak hentinya menangis dan tante pun berusaha menenangkanku. Terlihat om dan tante tegar sekali dan tampak sudah ikhlas. Setelah keluar ruangan, tante bercerita bahwa Dania mengidap kanker usus stadium 4. Hal itu membuat dia tampak kurus. Penyakit ini pun terbilang cepat sekali, karena hanya selang 4 bulan setelah dia praktek kerja lapangan. Setelah diketahui dan terdeteksi langsung stadium 4.
Setelah tenang akupun meminta ijin untuk pulang. Malam harinya aku mendapat kabar dari tante bahwa Dania akhirnya, pergi menyusul ibu dan bapaknya di surga. Akupun langsung menangis sejadinya. Memoriku pun flashback saat pertama kali bertemu dengannya, saat menghabiskan waktu bercengkerama dengannya. Ketika dia menceritakan cita-citanya ingin jadi koki terkenal dan keliling dunia. Air mata ku tumpah. Keesokan harinya aku pergi melayat ke rumahnya. Saat itulah aku melihat wajahnya yang begitu cantik, didandani dengan gaun putih khas anak remaja. Walaupun aku dan dia berbeda agama, tetapi kami saling menghormati satu sama lain. Saat itulah aku merasa, mungkin saat ini Dania sudah tidak sakit lagi. Tuhan sayang kamu. Terima kasih atas semua pelajaran hidup, yang aku dapatkan darimu.
Setelah lulus kuliah, selang beberapa tahun, aku melanjutkan diri dengan menjadi guru di Kementerian Agama dan diterima tahun 2019, Sampai saat ini kecintaanku terhadap dunia anak dan pendidikan masih tertanam dalam diri ini. Pengalaman mengajar anak di tiga madrasah yang berbeda membuatku terpacu untuk mempelajari karakter-karakter anak. Ternyata dalam mendidik anak, kita tidak hanya membutuhkan kesabaran tetapi juga keinginan mendalami karakter siswa. Selain itu lingkungan sosial juga berpengaruh terhadap karakter belajar seorang siswa. Penting bagi seorang pengajar untuk beradaptasi dengan lingkungan belajar siswa.
Ternyata lewat takdir menjadi seorang pengajarlah, aku bisa bertemu dengan orang-orang hebat yang selalu membawa aura positif. Tahun 2023 menjadi pencapaian terbesarku karena berhasil menjadi salah satu peserta di program “Wardah Inspiring Teacher 2023”. Sebuah inisiatif yang digerakkan oleh Paragon Corp, perusahaan yang memiliki komitmen Corporate Social Responsibility (CSR) di bidang Pendidikan sejak tahun 2017. Program ini bertujuan untuk memberikan apresiasi kepada para guru seluruh Indonesia melalui serangkaian pelatihan selama kurang lebih 4 bulan. Kegiatan ini dirancang untuk meningkatkan kemampuan guru dalam proses belajar-mengajar.
Dari program tersebulah aku bisa terpilih dan terpanggil ke Jakarta serta bertemu dengan 30 peserta lainnya dari seluruh Indonesia dengan berbagai cerita menarik dan mengesankan selama menjadi pengajar. Selain itu aku juga bisa bertemu dengan orang-orang hebat lainnya seperti Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Ketua Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO, Chief Executive Officer Paragon, dan Representatif Platform Merdeka Mengajar. “Menjadi seorang pengajar bisa menerbangkan mimpi-mimpimu, jangan takut untuk bermimpi.” Kata-kata itulah yang menjadi peganganku hingga hari ini.